A. PENGERTIAN
ASMA
Asma menurut Americans Thoracic Society
dikutip dari Barata Wijaya (1990) adalah suatu penyakit denagn ciri mendekatnya
respons thrakea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya berubah-ubah
, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Gambar 1. Keadaan saluran napas
yang mengalami asma
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh faktor risiko
tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang. Asma adalah salah satu
penyakit kronik yang paling sering dijumpai dan merupakan penyebab utama
kesakitan kronik dan kematian di seluruh dunia. Diperkirakan 300 juta orang di
seluruh dunia menderita asma. Prevalensinya meningkat pesat selama 20 tahun
terakhir, terutama pada anak. Untuk meningkatkan kualitas hidup penderita asma,
khususnya asma berat, baru-baru ini dikembangkan sebuah prosedur baru bernama
bronchial thermoplasty. Prosedur bronchial thermoplasty dirancang untuk mengurangi
gejala asma, bukan untuk mengobati penyakit asma.
Asma adalah penyakit yang mempunyai banyak faktor penyebab, dimana
yang paling sering karena faktor atopi atau alergi. Faktor-faktor penyebab dan
pemicu penyakit asma antara lain debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang,
asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain.
Secara umum Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas
menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala
episodik berulang berupa mengi (nafas berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada
terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala
tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan.
B. ETIOLOGI
DAN PATOGENESIS
Asma merupakan inflamasi kronik saluran
napas Berbagai sel inflamasi berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel
limfosit T, makrofag, netrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai
faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas
pada pasien asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma
intermiten maupun asma persisten. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif (hipereaktifitas) jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
pada malam dan/atau dini hari. Episodik tersebut berkaitan dengan sumbatan
saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan
atau tanpa pengobatan.
C. FAKTOR
RISIKO
Risiko berkembangnya asma merupakan
interaksi antara faktor pejamu (host) dan faktor lingkungan.
1. Faktor
pejamu tersebut adalah:
a. Predisposisi
genetik asma
b. Alergi
c. Hipereaktifitas
bronkus
d. Jenis
kelamin
e. Ras/etnik
a. Yang
mempengaruhi individu dengan kecenderungan / predisposisi asma untuk berkembang
menjadi asma
b. Yang
menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan/atau menyebabkan gejala asma menetap.
- Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma adalah :
a) Alergen
di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite domestik, alergen binatang,
alergen kecoa, jamur, tepung sari bunga
b) Sensitisasi
(bahan) lingkungan kerja
c) Asap
rokok
d) Polusi
udara di luar maupun di dalam ruangan
e) Infeksi
pernapasan (virus)
f) Diet
g) Status
sosioekonomi
h) Besarnya
keluarga
i) Obesitas
Sedangkan
faktor lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi dan/atau menyebabkan gejala asma
menetap adalah :
a) Alergen
di dalam maupun di luar ruangan
b) Polusi
udara di luar maupun di dalam ruangan
c) Infeksi
pernapasan
d) Olah
raga dan hiperventilasi
e) Perubahan
cuaca
f) Makanan,
adiktif (pengawet, penyedap, pewarna makanan)
g) obat-obatan,
seperti asetil salisilat
h) ekspresi
emosi yang berlebihan
i)
asap rokok
D. GEJALA
Gejala asma bersifat
episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan.
Gejala awal berupa :
a. Batuk terutama pada malam atau dini hari
b. Sesak napas
c. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
d. Rasa berat di dada
e. Dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa. Yang termasuk gejala yang berat adalah:
a. Serangan batuk yang hebat
b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
c. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan
duduk
e.
Kesadaran menurun
E. DIAGNOSIS
Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala
yang bersifat episodik, pemeriksaan fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan
dangkal dan terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat
berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk
bernapas). Dan yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat
diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory flow meter.
Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat
mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga
diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai
prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat
mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara
spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/oral) 2 minggu.
Peak
Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Gambar
2. Macam-macam PEF meter
F. KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan
etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma
berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan
penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat
pengobatan.
Derajat asma
|
Gejala
|
Fungsi Paru
|
I. Intermiten
|
Siang hari < 2 kali per minggu
Malam hari < 2 kali per bulan
Serangan singkat
Tidak ada gejala antar serangan
Intensitas serangan bervariasi
|
Variabilitas APE < 20%
VEP1 > 80% nilai prediksi
APE > 80% nilai terbaik
|
II. Persisten Ringan
|
Siang hari > 2 kali per minggu, tetapi < 1 kali per hari
Malam hari > 2 kali per bulan
Serangan dapat mempengaruhi aktifitas
|
Variabilitas APE 20 - 30%
VEP1 > 80% nilai prediksi
APE > 80% nilai terbaik
|
III. Persisten Sedang
|
Siang
hari ada gejala
Malam
hari > 1 kali per minggu
Serangan
mempengaruhi aktifitas
Serangan
> 2 kali per minggu
Serangan
berlangsung berhari2
Sehari-hari
menggunakan inhalasi β2-agonis short acting
|
Variabilitas
APE > 30%
VEP1
60-80% nilai prediksi
APE
60-80% nilai terbaik
|
IV. Persisten Berat
|
Siang
hari terus menerus ada gejala
Setiap
malam hari sering timbul gejala
Aktifitas
fisik terbatas
Sering
timbul serangan
|
Variabilitas APE > 30%
VEP1 < 60% nilai prediksi
APE < 60% nilai terbaik
|
Tabel. Klasifikasi asma berdasarkan berat
penyakit
|
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah
meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup
normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tujuan
penatalaksanaan asma :
1. Menghilangkan
dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah
eksaserbasi akut
3. Meningkatkan
dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan
aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari
efek samping obat
6. Mencegah
terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah
kematian karena asma
Penatalaksanaan
asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila :
1. Gejala
minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak
ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
3. Kebutuhan
bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan)
4. Variasi
harian APE kurang dari 20 %
5. Nilai
APE normal atau mendekati normal
6. Efek
samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak
ada kunjungan ke unit darurat gawat
Ø BRONCHIAL THERMOPLASTY
Bronchial thermoplasty adalah suatu prosedur
yang bertujuan untuk mengurangi massa otot polos dan hiperresponsivitas di
jalan napas dengan cara mengirimkan energi frekuensi radio dengan alat bronkoskop
ke beberapa tempat dalam saluran udara utama penderita asma berat. Bronchial thermoplasty
memiliki potensi bermanfaat pada mereka yang tidak berrespon terhadap
pengobatan
asma konvensional.
Gambar 3. Perangkat bronchial thermoplasty untuk pasien
asma berat.
- Efektivitas dan Keamanan Bronchial Thermoplasty
American
Journal of Respiratory and Critical Care Medicine
melaporkan hasil uji coba klinis tentang bronchial thermoplasty pada
bulan Mei 2006. Penelitian dilakukan pada enam belas orang dewasa dengan asma
ringan sampai sedang yang tidak berrespon terhadap pengobatan asma.
Hasil dari studi tersebut
menggembirakan. Dua tahun setelah perawatan bronchial thermoplasty, 75
persen dari peserta melaporkan bahwa terapi ini memungkinkan mereka berfungsi
lebih baik dalam kegiatan sehari-hari. Peserta juga melaporkan ada peningkatan
hari bebas gejala. Efek samping yang dirasakan peserta minimal. Hampir semua
peserta mengatakan bahwa mereka akan bersedia untuk menjalani perawatan asma
untuk kedua kalinya.
Pada tahun 2010 penelitian lain yang
dilakukan oleh Castro dkk. memperlihatkan perbaikan kualitas hidup yang
signifikan pada 297 pasien dewasa di 30 klinik internasional. Perbaikan
kualitas hidup diukur dengan Kuesioner Kualitas Hidup Asma (AQLQ) selama satu
tahun pengobatan. Penelitian yang diberi nama The Asthma Intervention
Research 2 (AIR2) Trial ini berupa uji klinis acak untuk membandingkan
hasil keluaran antara pasien yang menerima bronchial thermoplasty
dengan pasien yang menerima prosedur palsu. Penelitian ini juga membandingkan
keamanan prosedur bronchial thermoplasty dengan yang prosedur palsu.
Ditemukan beberapa perburukan gejala
asma setelah bronchial thermoplasty, namun efek tersebut tidak lebih
buruk dari efek samping bronkoskopi biasa pada penderita asma. Sebagian besar
terjadi dalam waktu satu hari setelah prosedur dan membaik dalam satu minggu
dengan pengobatan asma standar. Berdasarkan tindak lanjut jangka panjang, hanya
sedikit pasien yang melaporkan adanya efek samping. Menurut Castro, secara umum
bronchial thermoplasty mengurangi berat eksaserbasi dan mengurangi
kunjungan ke gawat darurat karena gangguan pernapasan serta meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan asma berat.
Prosedur Bronchial Thermoplasty
Gambar 4. Kateter di dalam saluran
napas.
Gambar 5. Ujung kateter yang
mengembang di dalam saluran napas.
Prosedur bronchial thermoplasty
hanya membutuhkan anestesi ringan sehingga terapi ini dapat dilakukan secara
rawat jalan. Lama terapi ini hanya tiga puluh menit. Sebuah tabung kecil yang
disebut bronkoskop fleksibel dimasukkan melalui hidung atau mulut dan
membimbing masuk ke dalam paru-paru. Setelah bronkoskop mencapai lokasi yang
diinginkan, kateter dimasukkan melalui bronkoskop tersebut. Ujung kateter
mengembang sampai menyentuh sisi-sisi dinding saluran napas.
Energi frekuensi radio kemudian dikirim
melalui kateter sehingga terjadi pemanasan dinding otot polos jalan napas
dengan suhu sekitar 149 ° C. Suhu ini cukup untuk menipiskan otot-otot halus di
dinding saluran udara tanpa merusak mereka atau menimbulkan jaringan parut.
Semua saluran udara dalam paru dimasuki oleh kateter ini.
Selama serangan asma, otot-otot halus
dinding saluran napas berkontraksi mempersempit jalan udara. Karena bronchial thermoplasty
menipiskan dinding otot, kontraksinya tidak dapat mempersempit saluran napas
sebanyak ketika iritasi memicu serangan asma, sehingga gejala asma berkurang
dan pasien merasa lega.
Kombinasi Terapi konvensional dan Bronchial Thermoplasty
Terapi ini telah disetujui oleh Food and Drug Administration
(FDA) pada bulan April 2010 sehingga sudah dapat diaplikasikan. Meskipun
begitu, pengobatan asma harus tetap mengacu pada pedoman Global Initiative for Asthma
(GINA) terbaru.
Berdasarkan GINA 2009, terdapat empat
komponen dalam penatalaksanaan asma, yaitu membangun kerjasama dokter pasien,
mengidentifikasi dan mengurangi faktor risiko, menilai, mengobati serta
mengawasi asma, dan menangani eksaserbasi asma.
Jadi upaya pertama penanganan pada
penderita asma berat adalah tetap mengoptimalkan manajemen medis sesuai dengan
pedoman yang sudah ada, termasuk di dalamnya penekanan pada edukasi dan
kepatuhan pengobatan pasien. Bronchial
thermoplasty merupakan pilihan terapi tambahan, di
luar penggunaan inhalasi kortikosteroid dan agonis beta kerja lama, untuk meningkatkan
kontrol asma secara menyeluruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar