BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Bedah jantung dilakukan untuk menangani
berbagai masalah jantung. Prosedur yang sering mencakup angioplasti koroner
perkutan, revaskularisasi arteri koroner dan perbaikan penggantian katup
jantung yang rusak.
Di masa kini, pasien dengan penyakit
jantung dan komplikasi yang menyertainya dapat dibantu untuk mencapai kualitas
hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan sepuluh tahun silam. Dengan
prosedur diagnostik yang canggih yang memungkinkan diagnostik dimulai lebih
awal dan lebih akurat, menyebabkan penanganan dapat dilakukan jauh sebelum
terjadi kelemahan yang berarti. Penanganan dengan teknologi dan farmakoterapi
yang baru terus dikembangkan dengan cepat dan dengan keamanan yang semakin
meningkat.
Mungkin tak ada intervensi terapi yang
begitu berarti seperti pembedahan jantung yang dapat memperbaiki kualitas hidup
pasien dengan penyakit jantung. Pembedahan jantung pertama yang berhasil,
penutupan luka tusuk ventrikel kanan, telah dilakukan di tahun 1895 oleh ahli bedah
halls de Vechi. Di Amerika Serikat pembedahan serupa yang sukses, jugs
penutupan luka tusuk, dilakukan di tahun 1902. Diikuti oleh pembedahan katup di
tahun 1923 dan 1925, penutupan duktus paten di tahun 1937 dan 1938, dan reseksi
koarktasi aorta pada tahun 1944. Era baru tandur pintasan arteri koroner
bermula di tahun 1954.
Perkembangan yang paling revolusioner
dalam perkembangan pembedahan jantung adalah teknik pintasan jantung-paru.
Pertama kali digunakan dengan berhasil pada manusia di tahun 1951. Di masa kini
lebih dari 250.000 prosedur yang dilakukan dengan menggunakan pintasan jantung
paru. Terbanyak (lebih dari 200.000) dilakukan di Amerika Utara. Kebanyakan
prosedur adalah graft pintasan arteri koroner (CABG = coronary artery bypass
graft) dan perbaikan atau penggantian katup.
Kemajuan dalam diagnostik,
penatalaksanaan medis, teknik bedah dan anestesia, dan pintasan jantung paru,
dan juga perawatan yang diberikan di unit perawatan kritis serta program
rehabilitasi telah banyak membantu pembedahan menjadi pilihan penanganan yang
aman untuk pasien dengan penyakit jantung.
2.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan pintasan
jantung paru?
2.
Apakah yang dimaksud dengan jantung
buatan total?
3.
Bagaimanakah cara pemasangan jantung buatan total?
4.
Sebutkan macam-macam pembedahan jantung!
5.
Sebutkan alat bantu mekanis dan jantung
buatan!
3.
TUJUAN
a.
Tujuan Khusus
Memberikan
pengetahuan khususnya bagi mahasiswa/i mengenai penatalaksanaan
bedah jantung, terutama bedah jantung total.
b. Tujuan Umum
Setelah
mempelajari makalah ini diharapkan pembaca, khususnya mahasiswa/i mengatahui penatalaksanaan Pasien Bedah Jantung antara lain:
1.
Mengetahui Pintasan Jantung Paru.
2.
Mengetahui pengertian dan tujuan jantung
buatan total
3.
Mengetahui macam-macam Pembedahan
Jantung.
4.
Mengetahui alat bantu mekanis dan
jantung buatan.
4.
MANFAAT
Agar kita sebagai calon perawat bisa
mengetahui mengenai penatalaksanaan pasien bedah jantung terkait dengan
seseorang yang mengalami gangguan pada jantung serta penggunaan jantung buatan
total, sehingga kita dapat mengetahui bagaiamana asuhan keperawatan pada pasien
yang mengalami masalah-masalah jantung khususnya pasca atau post operasi pada
pasien bedah jantung.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PINTASAN JANTUNG PARU
Banyak prosedur bedah jantung bisa
dijalankan karena adanya pintasan jantung-paru (sirkulasi ekstrakorponeal).
Prosedur ini merupakan alat mekanis untuk sirkulasi dan oksigenasi darah untuk
seluruh tubuh pada saat “memintas” jantung dan paru. Mesin jantung-panu memungkinkan
dicapainya medan openasi yang bebas darah Sementara perfusi tetap dapat
dipertahankan untuk jaringan dan organ lain di tubuh.
Pintasan jantung-paru dilakukan dengan
memasang kanula di atrium kanan, vena kava, atau vena femoralis untuk mengeringkan
darah dari tubuh. Kanula kemudian dihubungkan ke tabung yang berisi larutan
kristaloid isotonik (biasanya dekstrosa 5% dalam larutan Ringer laktat). Darah
vena yang terambil dari tubuh dan kanula tadi disaring, dioksigenasi,
didinginkan atau dihangatkan. dan kemudian dikembalikan ke tubuh. Kanula yang
diper gunakan uniuk mengembalikan darah teroksigenasi biasanya dimasukkan ke
aorta asendens, tapi bisa jugs dimasukkan ke arteri femoralis.
Meskipun pintasan jantung-paru merupakan
teknik yang biasa pada pembedahan jantung, namun sebenarna sangat kompleks.
Pasien memerlukan antikoagulan dengan heparin untuk rnencegah pembentukan
trombus dan kemungkinan embolisasi yang dapat terjadi ketika danah berhubungan
dengan permukaan asing sirkuit pintasan jantung-paru dan dipompakan ke tubuh
dengan pompa mekanis (bukan pembuluh darah dan jantung normal) Setelah
dibebaskan dari mesin pintasan, pasien diberikan protamin sullal untiuk
menangkal efek heparin.
Selama dilakukannya prosedur ini, tubuh
dijaga agar selalu dalam keadaan hipotermia, biasanya 28°C sampai 32°C(82,4°F
sampai 89,6°F). Darah didinginkan selama pintasan jantung paru dan dikembalikan
ke tubuh. Darah yang didinginkan tersebut akan menurunkan kecepatan metabolisme
basal, sehingga kebutuhan akan oksigen juga berkurang. Darah yang dingin
biasanya mempunyai kekentalan yang tinggi, namun larutan kristaloid yang
digunakan untuk mengisi tabung akan mengencerkan darah tadi Ketika prosedur
pembedahan telah selesai, darah dihangatkan kembali di dalam sirkuit pintasan
jantung-paru.
Haluaran urin, tekanan darah, gas darah
arteri, elektrolit, uji pembekuan darah, dan elektrokardiograrn (EKG) semuanya
dipakai untuk memantau status pasien selama pintasan jantung-paru. Masih banyak
hal yang harus dipelajari mengenai pintasan jantung paru. Ada berbagai sirkuit
pintasan dan mekanisme pemompaan yang digunakan pada masa kini. Sampai saat ini
masih terus diusahakan agar pasien bisa lebih lama berada dalam mesin pintasan
jantung-paru dengan lebih aman. Penelitian terus dilakukan untuk memperbaiki
mesin pintasan jantung paru untuk mencegah atau meminimalkan masalah-masalah
berikut: hemolisis, peningkatan permeabilitas memhran kapiler dan kehilangan
elektrolit, hipoksia dan anoksia jaringan, pembentukan trombus atau emboli.
diseksi jantung dan pembuluh danah, meningkatnya ketekolamin dan hormon
antidiuretik (ADH), dan respons inflamasi sistemik yang merupakan komplikasi
prosedur itu.
2.
JANTUNG
BUATAN
Jantung buatan adalah protesi untuk
menggantikan fungsi jantung biologis. Jantung buatan tersusun atas pintasan
jantung paru yang bekerja di luar tubuh manusia Dengan implantasi itu
sebenarnya jantung terpisah. Sebelumnya diperlukan operasi tran plantasi
jantung.
Pemasangan jantung buatan telah menarik
perhatian dunia sejak akhir tahun 1950-an. Semenjak itu banyak terjadi kemajuan
sehingga jantung buatan secara klinis dapat dipakai manusia. Cooley menggunakan
jantung buatan di Texas pada tahun 1969 untuk menunjang sirkulasi sebelum
transpiantasi. Implantasi permanen jantung buatan total dilakukan pertama kali
pada tahun 1982 untuk drg. Barney Clark di University of Utah.. Perkembangan
jantung buatan terus berlanjut untuk memperbaiki daya tahan hidup dan
mengurangi morbiditas. Institut Jantung, Paru, dan Darah Nasional (National
Heart, Lung, and Blood Institute, NHLBI) dan Institut Kesehatan Nasional
(National Institutes of Health, NIH) telah menyediakan pendanaan untuk
jantungbuatan elektromekanik permanen tanpa kabel. Institut jantung Texas dan
3-M dan Penn Statet Abiomed turut berpartisipasi dalam eksperimen fase II.
Tujuan keseluruhan pemasangan ini adalah untuk memberi kualitas hidup yang
tinggi bagi pasien yaitu bebas dan pemasangan jalur perkutaneus. Alat mi dijalankan
menggunakan sistem transmisi energi listrik transkutaneus (transcutaneous
electrical energy transmission systems, TEETS) dengan baterai portabel.
3.
MACAM-MACAM
BEDAH JANTUNG
A.
Transplantasi
Transplantasi
dari manusia ke manusia, pertama kali dilakukan di tahun 1967. sejak itu
prosedur, peralatan dan pengobatan transplantasi terus dikembangkan. Di tahun
1983, sikosporin sudah tersedia untuk penggunaan umum. Siklosporin adalah
imunosupresan yang menekan dengan kuat kemampuan tubuh menolak protein asing
seperti, organ yang ditransplansikan. Sayangnya siklosporin juga menurunkan
kemampuan tubuh untuk melawan infeksi, sehingga harus diperoleh keseimbangan
yang sangat baik antara penekanan penolakan dan pencegahan infeksi. Sejak
tersedianya siklosporin di tahun 1983, transplantasi jantung telah menjadi
terapi pilihan bagi pasien dengan penyakit jantung tahap akhir.
Pasien
biasanya memiliki gejala sangat berat yang tidak dapat dikontrol dengan
pengobatan, tidak ada pilihan pembedahan lain dan prognosis hidupnya kurang
dari 12 bulan. Pasien diseleksi oleh suatu tim multidisipliner sebelum
dinyatakan sebagai kandidat transplantasi jantung.
Untuk
dianggap calon yang tepat bagi
transplantasi jantung pasien harus menderita penyakit jan tung terminal yang
tidak dapat diterapi dengan lainnya
disertai kurang dari 10 % kemungkin an bertahan hidup 6 bulan. Dalam seri
stanfot 46 % pasien demekian telah menderita penyakit jantung iskemik lanjut
dan 45% akibat kardiomiopatik idiopatik. Normalnya hanya pasien berusia 55
tahun atau orang yang dipilih hanya sedikit anak yang telah menjalani
trransplantasi jantung, tetapai mereka tidak perlu disingkirkan, seperti
dibuktikan oleh transpalant yang berhasil belakangan ini yang dilakukan pada
anak yang berusia 2 tahun. Harus ada fungsi normal dan disfungsi rifersibel
pada hati dan ginjal serta tanpa bukti inversi aktif, infark paru belakangan
ini, diabetes yang memerlukan insulin, tahanan vaskuler pulmonalis lebih dari 8
satuan wood atau penyakit sistemik lain apapun yang akan membatasi pemulihan
atau kelangsungan jangka lama. Sangat penting evaluasi psikologi dan social
penerima potensial untuk memastikan bahwa meraka mempunyai sumber keuangan
pribadi dan keluarga untuk menjalani stres oprasi yang hebat serta memerlukan pengawasan
intensif yang lama.
Cangkok
jantung bisa terjadi untuk keseluruhan organ jantung (cangkok total) atau bisa
juga hanya sebagian organ saja (cangkok parsial).
Syarat
yang harus dipenuhi oleh seorang pendonor adalah memiliki jantung yang sehat,
dalam arti tidak ada kebocoran katup, peredaran pembuluh darahnya lancar dan
tidak merokok serta memiliki data-data riwayat penyakit (medical record) yang
lengkap.
Umur
pasien, status paru, kondisi kesehatan kronis lain, infeksi, riwayat
transplantasi, penyesuaian dan status kesehatan terakhir digunakan untuk
mengevaluasi pasien untuk transplantasi.
Transplantasi
jantung dianggap sebagai usaha terakhir untuk mengatasi untuk mengatasi
penyakit jantung tahap akhir yang refrakter terhadap pengobatan konvensional
dan pembedahan. Gagal jantung kelas III dan IV memiliki harapan hidup kurang
dan satu tahun. Dua penyebab tersering memburuknya miokardium adalah
kardiomiopati kongestif dan penyakit koroner lanjut. Penyakit-penyakit ini
merupakan 80%-90% alas an dilakukarmya transplà ntasi jantung.
Ø
Indikasi transplantasi yang paling
sering adalah:
a.
Kardiomiopati
b.
Penyakit jantung iskemik
c.
Penyakit jantung congenital
d.
Penyakit katup dan
e.
Penolakan transplantasi jantung
sebelumnya.
Kardiomiopati
adalah penyakit otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya. Kunci yang
membedakan kardiomiopati dan kelainan jantung lain adalah adanya penyakit
mendasari yang hanya menyerang miokardium ventrikel namun tidak menyerang
struktur miokardium lain seperti katup atau arteria koronaria. Kardiomiopati
dikelompokkan menurut tiga jenis kelainan struktur dan fungsi, yaitu kongestif
(dilatasi), restriktif atau obliteratif, dan hipertrofi.
a.
Kongestif (dilatasi)
Kardiomiopati
kongestif ditandai dengan dilatasi nyata dan ventrikel yang hipodinamik. Dapat
teijadi hipertrofi miokardium yang lebih ringan. Ventrikel yang hipodinamik
berkontraksi secara buruk, menyebabkan gagal ke depan dan ke belakang seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Perlu dicatat bahwa keempat ruang jantung
mengalami dilatasi sekunder akibat bertambahnya volume dan tekanan. Seringkali
terbentuk trombus dalam ruang-ruang ini akibat darah yang mengumpul dan stasis;
sehingga terancam terjadi emboli. Biasanya awitan penyakit tidak jelas; tetapi
dapat berkembang menjadi gagal jantung tahap akhir yang refrakter. Prognosis
gagal jantung refrakter sangat buruk dan dapat menyebabkan dipertimbangkarmya transplantasi
jantung. Penyebab pasti kardiomiopati kongestif masih belum diketahui; namun
diperkirakan disebabkan faktorautoimun dan virus. Penyebab multifaktorial
mungkin merupakan penjelasan yang lebih memuaskan.
b.
Hipertrofi
Kardiomiopati
hipertrofik, berlawanan dengari kardiomiopati kongestif, ditandai oleh jantung
yang hipertrofi dan hiperdinamik. Bertambahnya massa otot tidak disertai
dilatasi miokardium bermakna. Diduga terdapat dasar genetika.
c.
Restriktif atau Obliteratif
Kardiomiopati
restriktif mencerminkan gangguan pengisian ventrikel akibat berkurangnya daya
regang ventrikel. Fibrosis endokardium atau miokardium dapat mengakibatkan
restriksi pengisian. Restriksi mengurangi ukuran rongga; berkembangnya
kardiomiopati ke bentuk restriksi rongga yang lebih berat dikenal sebagai
kardiomiopati obliteratif Meskipun kardiomiopati hipertrofik dan restriktif
dapat mengakibatkan gagal jantung, kardiomiopati kongestif merupakan penyebab
tersering dilakukannya transpiantasi jantung.
B.
Jenis Transplantasi :
a)
Transplan Ortotopik
Transplantasi ortotropik
adalah prosedur yang paling sering dilakukan Sebagian
atrium resipien (termasuk vena kava dan vena pulmonalis) ditinggalkan
ditempatnya semula; sisa jantung kandidat diangkat dari mediastinum. Jantung
donor yang biasanya telah diawetkan dalam es disiapkan untuk diimplantasikan
dengan memotong sebagian kecil atrium yang sesuai dengan bagian jantung
resipien yang ditinggalkan.
Jantung donor
diimplantasikan dengan menjahitkan ke jaringan atria yang tersisa dari jantung
asli resipien. Arteri pulmonalis dan Aorta kemudian dianastomose dan disambung.
b)
Transplan Heterotopik
Jantung donor diletakkan disebelah kanan dan sedikit
ke anterior jantung resipien; jantung resipien tidak diangkat. Pada mulanya
diperkirakan bahwa jantung asli
masih bias melindungi pasien bila jantung transplant ditolak. Namun meskipun
efek melindungi tersebut ternyata tidak terbukti, masi ada alasan untuk tetap
mempertahankan jantung asli, yaitu apabila jantung donor kecil, waktu iskemik
yang terlalu lama bagi jantung donor, atau bila jantung donor sudah sangat
berkurang fungsinya namun tetap harus digunakan dalam keadaan darurat.
Jantung transpalant tidak mempunyai hubungan
persarafan dengan badan resifien ( jantung denerfasi ) jadi syaraf simpatis dan
fagus tidak mempengaruhi jantung transpalant. Frekuensi jantung transplant pada
saat istirahat sekitar 70 sampai 90 denyutan permenit, namun akan meningkat
secara bertahap bila ada katekolamin dalam darah. Pasien harus secara bertahap
meningkatkan dan menurunkan latihan ( waktu pemanasan dan pendinginan harus
lebih lama ), biasanya diperlukan waktu 20 sampai 30 menit untuk mencapai
frekuensi jantung yang diinginkan. Atropine tidak akan meningkatkan kecepatan
jantung pada pasien.
1)
Hal- hal yang harus diperhatikan
a)
Kriteria Seleksi
Resipien
transplantasi jantung yang memenuhi kriteria seleksi menjalani pemeriksaan
klinis dan psikologis yang terperinci. Dengan semakin luasnya penerapan
prosedur ini, keputusssan untuk menentukan siapa yang berhak menjalani
ttansplantasi jantung menjadi semakin kontroversial. Tersedianya donor tetap
merupakan faktor pembatas. Akibatnya, begitu diputuskan untuk melakukan
transplantasi, maka timbul masalah dalam menentukan prioritas antara satu
dengan yang lain. Penentuan yang lebih sulit lagi adalah untuk menentukan
prioritas di antara pasien pengguna VADs dan jantung buatan sebagai jembatan
untuk dilakukannya transplantasi. Umumnya, faktor-faktor yang dapat menimbulkan
komplikasi setelah operasi atau memengaruhi kelangsungan hidup jangka panjang
harus disingkirkan. Faktor-faktor ini mencakup penyakit atau infeksi sistemik
aktif, hipertensi pulmonalis dengan resistensi vaskular paru yang menetap
(lebih dan 4 satuan Wood), emboli atau infark paru, ulkus peptikum yang aktif,
diabetes melitus bergantung insulin dengan penyakit sekunder pada organ lain,
gagal ginjal atau hati yang ireversibel, peminum alkohol atau pecandu
obat-obatan. Hal-hal yang tidak nyata, seperti motivasi untuk melakukan rehabilitasi,
dukungan keluarga, dan keadaan psikologis, juga harus dipertimbangkan.
Dengan
makin luasnya penggantian oleh asuransi, masalah keuangan pribadi menjadi
semakin kurang berarti untuk proses seleksi. Apabila diidentifikasi tidak
terdapat kontraindikasi, maka dapat dimulai proses pencarian donor. Donor
potensial biasanya adalah korban kecelakaan usia muda yang tidak mengalami
kerusakan jantung atau penyakit jantung yang jelas dan tidak ada infeksi
sistemik. Pencocokan jaringan donor terhadap resipien meliputi pencocokan
sistem ABO. Pencocokan berat tubuh yang sesuai juga penting untuk dilakukan;
20% perbedaan berat tubuh dianggap masih dapat diterima.
b)
Penolakan dan Infeksi
Tantangan
terbesar dalam transplantasi adalah penanganan reaksi penolakan. Usaha tubuh
untuk menolak jaringan asing merupakan proses biologis yang mendasar. Penemuan
sikiosporin dan antibodi monoklonal telah banyak memperbaiki kelangsungan hidup
setelah transplantasi. Terapi imunosupresif dengan sikiosporin dapat dimulai
sebelum operasi. Terapi imunosupresif tiga obat dengan azatioprin, siklosporin,
dan steroid diberikan terus menerus setelah operasi. Pemantauan imunologis akan
tanda tanda penolakan dilakukan dengan ketat. Biopsi endomiokardium tramsvenosa
adalah penentu pasti (standar emas) untuk deteksi dan diagnosis penolakan.
Biopsi dilakukan dalam selang waktu tertentu dan sesuai indikasi. (Metode
non-invasif untuk mendeteksi reaksi penolakan, seperti MRI dan ekokardiografi,
masih diteliti) Teknik biopsi endomiokardium meliputi pemasangan kateter biopsi
(atau bioptome) melalui vena jugularis dekstra atau vena subklavia ke dalam
ventrikel kanan untuk mengambil beberapa bagian endokardium untuk analisis.
Selanjutnya terapi imunosupresif dapat disesuaikan berdasarkan hasil biopsi.
Antitimosit globulin (ATG), antilimfosit globulin (ALG), atau antibodi-antibodi
monoklonal OKT3 dapat ditambahkan untuk menangani reaksi penolakan. Selain
reaksi penolakan, juga merupakan masalah serius akibat terapi imunosupresif.
Infeksi merupakan penyebab utama kematian dalam tahun pertama setelah
transplantasi. Untuk itu dilakukan pencegahan dan tindakan terapeutik yang
tepat.
c)
Perjalanan Pascaoperasi.
Pasien
transplantasi jantung harus tetap dijaga dalam keseimbangan antara risiko
penolakan dan risiko infeksi. Mereka harus mcmaluhi aturan kompleks tentang
diit, obat-obatan, aktivitas, pemeriksaan laboratorium. biopsi (untuk
mendiagnosa penolakan) dan kunjungan ke klinik. Pasien sering diberi
siklosporin dan kortikosteroid untuk meminirnalkan penolakan. Selain penolakan
dan infeksi, komplikasi dapat mencakup percepatan terjadinya arteriosklerosis
arteri koroner; hipertensi dan hipotensi; gangguan sistern saraf pusat,
pernapasan, dan gastrointestinal (UI); gagal ginjal; dan respons terhadap stres
psikososial akibat tran.splantasi organ. Pasien transplantasi jantung dengan
angka bertahan hidup 1 tahun sekitar 80% sampai 90% dan angka bertahan hidup 5
tahun sekitar 60% sarnpai 70%.
4.
PEMBEDAHAN
TRAUMA DAN TUMOR JANTUNG
A.
Eksisi tumor
Tumor
jantung cukup jarang. Tumor primer terjadi kurang dan 1% pada populasi; tumor
metastatik dilaporkan terjadi 1,5% sampai 35% pada pasien onkologi. Tumor bisa
menjadi tempat pembentukan trombus sehingga menciptakan risiko emboli.
Disritmia dapat terjadi bila mengenai miokardium atau sistem hantaran. Kebanyakan
tumor jantung adalah jinak.
Eksisi
bedah dilakukan hanya untuk mencegah obstruksi ruang jantung atau katup.
Pintasan jantung-paru digunakan. kecuali pada tumor epikardial, yang dapat
dieksisi tanpa memasuki jantung dan tanpa menghentikan denyutan jantung. Akibat
lokasinya, eksisi tumor mungkin perlu diikuti penggantian katup. penambalan
jantung, atau implantasi pacu jantung. Asuhan keperawatan sama dengan yang
diberikan pada pembedahan jantung lain.
B.
Perbaikan pada tumor
Pasien
yang memerlukan pembedahan akibat trauma antung bisa akibat pukulan tumpul,
luka tembak, atau luka tusuk. Perbaikannya tentu saja pada katup dan septum
bila penyebabnya trauma tumpul, dan pada dinding atrium atau ventrikel bila
penyebabnya luka tembus. Dilakukan debridemen luka dan ditutup secara bedah
bila mungkin, namun perbaikan katup dan penggantlan atau tambalan tandur pada
septum dan dinding atrium aau ventrikel mungkin diperlukan. Pembedahan di sini
biasanya merupakan prosedur darurat, sehingga risiko komplikasi akibat cedera
ataupun pembedahan sangat tinggi.
5.
ALAT
BANTU MEKANIS DAN JANTUNG BUATAN TOTAL
Penggunaan
pintasan jantung-paru pada pembedahan jantung dan kemungkinan dilakukan
transplantasi jamung pada penyakit jantung stadium akhir telah rneningkatkan
kebutuhan akan alat bantu jantung. Pasien yang tak mampu dilepas dan pintasan
jantung paru atau pasien yang sedang berada dalarn syok kardiogenik dapat
memperoleh keuntungan dari periode bantuan jantung mekanis. Alat yang paling sering
digunakan adalah pompa balon ultra aorta (IABP - intra-aortic baloon pump).
IABP nsengurangi kerja jantung selama kontraksi, namun tidak menyerupai kinerja
jantung yang sebenarnya.
Alat
dengan kinerja yang menyerupai sebagian atau scmua fungsi pemompaan untuk
jantung juga sedang dikembangkan. Alat bantu ventrikel yang lebih canggih ini
dapat mensirkulasi darah tiap menit seperti yang dilakukan jantung. Tiap alat
bantu ventrikel digunakan untuk masing-mnasilig ventrikel. Saat ini yang paling
sering digunakan adalah pompa sentrifugal. Banyak alat dorong pneumatis yang
digunakan, dan basil klinisnya cukup menianjikan. Beberapa alat bantu ventrikel
dapat dikombinasikan dengan oxvgenalor-ex!racorporeal membrane oxygenation
(ECMO). Alat bantu kombinasi ventrikuler-oksigenator digunakan pada pasien yang
jantungnya tak dapat memompa darah secara adekuat ke paru atau tubuhnya.
Jantung
buatan total dirancang untuk mengganti kedua ventrikel. Jantung pasien harus
diangkat untuk nmemasang jantung buatan total tadi. Semua alat-alat tadi masih
dalam taraf ekspenimental. Janvik-7 telah mengalami keberhasilan jangka pendek,
tetapi hasil jangka panjangnya cukup mengecewakan. Kebanyakan peneliti jantung
buatan total berharap dapat mengembangkan alat yang dapat dipasang secara
permanen dan yang akan dapat menggantikan kebutuhan transplantasi jantung donor
manusia untuk penanganan penyakit jantung stadium akhir.
Alat
bantu ventrikel dari jantung buatan total sekarang sedang digunakan sebagai
penanganan temporer. sementara pasien menunggu jantungnya sendiri sembuh atau
sampai tersedia jantung donor yang sesuai untuk ditransplantasi. Kelainan
pembekuan darah, perdarahan, trombus, emboli, hemolisis, infeksi, dan kegagalan
mekanis adalah beberapa komplikasi jantung buatan total dan alat bantu
ventrikel. Asuhan keperawatan untuk pasien ini ditujukan tidak hanya pada
pengkajian dan meminimalkan komplikasi tersebut. tetapi juga melibatkan
dukungan emosi dan penyuluhan mengenai alat bantu mekanis itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pintasan
jantung-paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium kanan, vena kava, atau
vena femoralis untuk mengeringkan darah dari tubuh. Kanula kemudian dihubungkan
ke tabung yang berisi larutan kristaloid isotonik (biasanya dekstrosa 5% dalam
larutan Ringer laktat).
Transplantasi
jantung dianggap sebagai uaha terakhir untuk mengatasi untuk mengatasi penyakit
jantung tahap akhir yang refrakter terhadap pengobatankonvensional dan
pembedahan. Gagal jantung kelas III dan IV memiliki harapan hidup kurang dan
satu tahun. Dua penyebab tersering memburuknya miokardium adalah kardiomiopati
kongestif dan penyakit koroner lanjut. Penyakit-penyakit ini merupakan 80%-90%
alasan dilakukpiarmya transplà ntasi jantung.
Alat
bantu ventrikel dari jantung buatan total sekarang sedang digunakan sebagai
penanganan temporer. sementara pasien menunggu jantungnya sendiri sembuh atau
sampai tersedia jantung donor yang sesuai untuk ditransplantasi. Kelainan
pembekuan darah, perdarahan, trombus, emboli, hemolisis, infeksi, dan kegagalan
mekanis adalah beberapa komplikasi jantung buatan total dan alat bantu
ventrikel. Asuhan keperawatan untuk pasien ini ditujukan tidak hanya pada
pengkajian dan meminimalkan komplikasi tersebut. tetapi juga melibatkan
dukungan emosi dan penyuluhan mengenai alat bantu mekanis itu sendiri.
B.
SARAN
Walaupun
kita bukan ahli bedah, khususnya ahli bedah jantung tapi dengan mengetahui
penatalaksanaan pasien bedah jantung kita dapat termotivasi untuk memberikan
pelayanan kesehaatan dengan semaksimal mungkin, terutama asuhan keperawatan
pada pasien pasca bedah atau post operasi, khususnya bedah jantung.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer S.C dan Bare Brenda G.
2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth(Ed. 8 Vol 2).
EGC: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar