Minggu, 29 April 2012

PERAWATAN TERMINAL ILLNES


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Death and Dying “Kematian dan Proses Menuju Kematian” adalah sebuah fenomena yang pasti akan terjadi atau akan dijumpai manusia dalam kehidupannya. Kematian memang sebuah rahasia Tuhan, akan tetapi proses menuju kematian adalah sebuah fenomena yang dapat dibahas dan didiskusikan, bahkan lingkungan dapat memberikan proses pembelajaran yang benar untuk menjalani proses menuju kematian yang lebih baik. Data di Poli Perawatan Paliatif RSUD DR. Soetomo Surabaya menyebutkan bahwa pasien di Poli Perawatan Paliatif RSUD DR. Soetomo Surabaya ini semakin hari jumlahnya semakin bertambah dari 3.962 pasien di tahun 1993 menjadi sekitar 4.298 di tahun 2001, meningkat 11,34%. Sekitar 26,14% pasien berusia 45-54 tahun dan 13,56% berusia 30-44 tahun, jadi sekitar 39,7% pasien Poli Perawatan Paliatif RSUD DR. Soetomo adalah orang-orang yang berada pada usia produktif.
Ketika seseorang didiagnosa sakit dengan sebuah sakit yang tergolong berat dan berstadium lanjut dimana pengobatan medis sudh tidak mungkin diterimakan kepada si pasien, maka kondisi pasien tersebut akan mengaami sebuah goncangan yang hebat. Kematian adalah salah satu jawaban pasti bagi para pasien terminal illness. Berjalannya waktu baik itu pendek atau panjang, bagi para pasien terminal illness adalah hari-hari yang sangat menyiksa karena mereka harus menantikan kematian sebagai jawaban pasti dengan penderitaan rasa nyeri yang sangat hebat. (Megawe ; 1998) Berbagai macam peran hidup yang dijalani selama ini pasti akan menghadapi kendala baik itu disebabkan karena kendala fisik, psikologis, social, cultural maupun spiritual. Demikian pula, prognosis akan kematian pada para pasien terminal illness akan lebih memberikan dampak konflik psikologis, social, cultural maupun spiritual yang sangat unik.

B.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian penyakit terminal illness.
2.      Memahami konsep perawatan pada pasien terminal illness.
3.      Memahami tahapan menuju kematian.
4.      Mengetahui asuhan keperawatan pada klien terminal illness. 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Terminal Illnes
Pasien terminal illness adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien terminal illnes harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan.
Jadi fungsi perawatan paliatif pada pasien terminal illnes adalah mengendalikan nyeri yang dirasakan serta keluhan-keluhan lainnya dan meminimalisir masalah emosi, sosial dan spiritual. Penjelasan tersebut mengindikasi bahwa pasien terminal illness adalah orang-orang sakit yang diagnosis dengan penyakit berat yang tidak dapat disembuhkan lagi dimana prognosisnya adalah kematian.

B.     Kematian Bagi Pasien Terminal Illnes
Kondisi Terminal adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami sakit atau penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses kematian dalam 6 bulan atau kurang. Kematian sebagai wujud kehilangan kehidupan dan abadi sifatnya, baik bagi yang telah menjalani proses kematian maupun bagi yang ditinggalkan, kematian ini dapat bermakna berbeda bagi setiap orang.
Kematian adalah sebuah rahasia Tuhan. Namun, sebab-sebab kematian merupakan fenomena yang selalu mengalami dinamika perubahan sesuai dengan dinamika perubahan manusia sebab kematian adalah akhir dari tahapan tugas-tugas perkembangan hidup manusia. Manusia bias mati karena sakit, kecelakaan, terbunuh, bunuh diri, euthanasia atau mungkin mati tanpa sebab apa-apa. Manusia yang mati secara mendadak tanpa melalui proses menuju kematian atau sekarat dalam jangka waktu yang relative pendek pasti tidak menunjukan dinamika sebagaimana yang dikemukakan  oleh Kubbler Rose (1998) atau Pattison dalam Papalia (1977); sedangkan mereka yang mati melalui proses menuju kematian dalam jangka waktu yang relatif panjang seperti pasien erminal illness akan menunjukan dinamika yang sangat kompleks.
Saat kematian itu datang, maka berhentilah semua aktivitas organ-organ yang menyokong kehidupan. Suasana berkabung dan emosi sedihlah yang biasa mendominasi kematian. Semua makhluk yang pernah hidup pasti akan mati, termasuk manusia. Hanya saja kapan waktu tibanya kematian itulah yang tidak pasti. Ketakutan dan kecemasan akan suatu kematian merupakan fenomena yang umum dialami oleh semua manusia. Ketakutan dan kecemasan itu dapat muncul karena waktu tibanya yang tidak diketahui dan belum adanya kesiapan untuk menghadapi kematian itu sendiri. Kesiapan akan meninggalkan orang-orang yang disayangi, kesiapan untuk meninggalkan dunia yang mungkin penuh dengan kenikmatan, dan menuju suatu tempat atau kehidupan lain yang berbeda.
Hal ini berarti bahwa waktu kematiannya lebih jelas diketahui dan menjadi suatu hal yang pasti. Meskipun waktu kematian yang sudah dapat dilihat dengan lebih pasti, namun rasa tidak terima, takut, marah, cemas, dan sedih menghinggapi pasien terminal illness setelah ia didiagnosis seperti itu. Diagnosis terminal illness dapat menyebabkan trauma bagi pasien dan keluarganya.

C.    Adaptasi Dengan Terminal illness
Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan terminal illness sesuai dengan umurnya dijelaskan Sarafino (2002) sebagai berikut:
1.      Anak
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-anak. Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di tempat lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya bahwa kematian bisa dihindari. Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan kematian dengan mengatakan bahwa orang mati akan “pergi” atau “berada di surga” atau hanya tidur.
Pada anak yang mengalami terminal illness kesadaran mereka akan muncul secara bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar mengenai kematian dari teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit mirip, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat.
Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya terutama mengenai perpisahan dengan orang tua. Ketika anak mengalami terminal illness biasanya orang tua akan menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak terganggu. Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan sensitif mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan yang saling mempercayai dengan orang tuanya.
2.      Remaja atau Dewasa muda
Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka mengalami terminal illness, mereka menyadari bahwa kematian tidak terjadi semestinya dan merasa marah dengan “ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan” serta tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya.
Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat. Menderita terminal illness terutama pada pasien yang memiliki anak akan membuat pasien merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa muda menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya diancam terminal illness.
3.      Dewasa madya dan dewasa tua
Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut dengan kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka mungkin akan mati karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki masa lalu yang lebih panjang dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan kesempatan pada mereka untuk menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa lalunya dan percaya bahwa mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan beradaptasi dengan terminal illness.

D.    Problem Yang Berkaitan Dengan Terminal Illnes
1.    Problem fisik, berkaitan dengan kondisi (penyakit terminalnya): nyeri, perubahan berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik.
2.   Problem psikologis (ketidakberdayaan): kehilangan control, ketergantungan, kehilangan diri dan harapan.
3.    Problem sosial, isolasi dan keterasingan, perpisahan.
4.    Problem spiritual.
5. Ketidak-sesuaian, antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang didapat (dokter, perawat, keluarga, dsb).

E.     Tahapan Penerimaan Terhadap Kematian
Kubler- Ross (dalam Taylor, 1999) merumuskan lima tahap ketika seseorang dihadapkan pada kematian. Kelima tahap tersebut antara lain:
1.    Denial (penyangkalan)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau yang sedang terjadi. Dan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan dampaknya. Ini memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri. Dengan berjalannya waktu, sehingga tidak refensif secara radikal.
Penyangkalan merupakan reaksi pertama ketika seseorang didiagnosis menderita terminal illness. Sebagian besar orang akan merasa shock, terkejut dan merasa bahwa ini merupakan kesalahan. Penyangkalan adalah awal penyesuaian diri terhadap kehidupan yang diwarnai oleh penyakit dan hal tersebut merupakan hal yang normal dan berarti.
2.    Marah
Fase marah terjadi pada saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga atau orang terdekat oleh karena dapat terpicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi karena rasa tidak berdaya, bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara emosional punya kedekatan hubungan.
Pasien yang menderita terminal illness akan mempertanyakan keadaan dirinya, mengapa ia yang menderita penyakit dan akan meninggal. Pasien yang marah akan melampiaskan kebenciannya pada orang-orang yang sehat seperti teman, anggota keluarga, maupun staf rumah sakit. Pasien yang tidak dapat mengekspresikan kemarahannya misalnya melalui teriakan akan menyimpan sakit hati. Pasien yang sakit hati menunjukkan kebenciannya melalui candaan tentang kematian, mentertawakan penampilan atau keadaannya, atau berusaha melakukan hal yang menyenangkan yang belum sempat dilakukannya sebelum ia meninggal.
Kemarahan merupakan salah satu respon yang paling sulit dihadapi keluarga dan temannya. Keluarga dapat bekerja sama dengan terapis untuk mengerti bahwa pasien sebenarnya tidak marah kepada mereka tapi pada nasibnya.
3.    Bargaining (menawar)
Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan tuhan agar terhindar dari kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan secara terbuka. Secara psikologis tawar menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa masa lalu. Pada tahap ini pasien sudah meninggalkan kemarahannya dalam berbagai strategi seperti menerapkan tingkah laku baik demi kesehatan, atau melakukan amal, atau tingkah laku lain yang tidak biasa dilakukannya merupakan tanda bahwa pasien sedang melakukan tawar-menawar terhadap penyakitnya.
4.    Depresi
Tahap keempat dalam model Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di mana pasien kehilangan kontrolnya. Pasien akan merasa jenuh, sesak nafas dan lelah. Mereka akan merasa kesulitan untuk makan, perhatian, dan sulit untuk menyingkirkan rasa sakit atau ketidaknyamanan. Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat kehilangan ( past loss & impending loss), ekspresi kesedihan ini verbal atau nonverbal merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan apapun dan siapapun.
Tahap depresi ini dikatakan sebagai masa ‘anticipatory grief’, di mana pasien akan menangisi kematiannya sendiri. Proses kesedihan ini terjadi dalam dua tahap, yaitu ketika pasien berada dalam masa kehilangan aktivitas yang dinilainya berharga, teman dan kemudian mulai mengantisipasi hilangnya aktivitas dan hubungan di masa depan.
5.    Penerimaan (acceptance)
Pada tahap ini pasien sudah terlalu lemah untuk merasa marah dan memikirkan kematian. Beberapa pasien menggunakan waktunya untuk membuat perisapan, memutuskan kepunyaannya, dan mengucapkan selamat tinggal pada teman lama dan anggota keluarga.
Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya yang bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan panjang.

F.     Dinamika Psikologis
Dinamika psikologis secara umum sebagai berikut:
1.      Individu menyadari atau berkata bahwa kehidupannya akan segera berakhir,
2.      Individu tidak pernah ada yang tahu kapan kematiannya akan datang,
3.     Individu mulai mengalami keputusasaan akan treatmen-treatmen yang didapat dan dijalankan, ia mulai yakin bahwa semua yang dilakukan tidak akan menyembuhkan penyakitnya bahkan ia yakin kematian telah dekat,
4. Individu mulai mengalami problem-problem pikiran, perasaan dan psikologis yang kesemuanyasulit untuk dipecahkan. Dinamika keempat ini tidak dialami secara signifikan  pada personalitnya yang cukup matang sehingg dinamika psikologisnya untuk menghadapi kematian lebih cepat mencapai acceptance/penerimaan.
Dinamika tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : umur, jenis kelamin, ras/suku bangsa, budaya kelompok, latar belakang sosial, dan personality/kepribadian.

G.    Tingkat Kesadaran Terhadap Kondisi Terminal Illnes
1.      Closed Awareness
Dalam hal ini klien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu mengapa sakit dan percaya akan sembuh.
2.      Mutual Pretense
Dalam hal ini klien, keluarag, team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal tetapi merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang dihadapi klien. Ini berat bagi klien karena tidak dapat mengekspresikan kekuatannya.
3.      Open Awareness
Pada kondisi ini klien dan orang disekitarnya tahu  bahwa dia berada diambang kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini klien dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan.

H.    Tujuan Keperawatan
Tujuan keperawatan klien dengan kondisi terminal secara umum/cara mengurangi syok :
1.         Menghilangkan atau mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi
2.         Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna
3.         Membantu klien menerima rasa kehilangan
4.         Membantu kenyamanan fisik
5.         Mempertahankan harapan (faith and hope)

Peran Perawat Saat Klien Dalam Kondisi Terminal Illness
a.         Pengabdian yang tulus dengan hati nurani yang ikhlas
b.     Seulas senyum yang ikhlas dari seorang perawat bisa memberikan secercah harapan kesembuhan untuk seorang pasien
c.         Membantu klien agar siap meninggal dengan tenang
d.        Memenuhi kebutuhan spiritual

Intervensi Keperawatan Terhadap Respon Klien
a.         Tahap Denial
Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi waktu bagi klien untuk melihat kebenaran. Bantu untuk melihat kebenaran dengan konfirmasi kondisi melalui second opinion.
b.         Tahap Anger
Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan kehilangan dan ketidakberdayaan. Siapkan bantuan berkesinambungan agar klien merasa aman.
c.         Tahap Bargaining
Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara diam-diam. Bargaining sering dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan terhadap bayang-bayang dosa masa lalu. Bantu agar klien mampu mengekspresikan apa yang dirasakan, apabila perlu datangkan pemuka agama untuk pendampingan.
d.        Tahap Depresi
Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk mengekspresikan kesedihannya. Perawat hadir sebagai pendamping dan pendengar.
e.         Tahap Menerima
Klien merasa damai dan tenang. Dampingi klien untuk mempertahankan rasa berguna (self worth). Berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang masih mampu dilakukan dengan pendampingan. Fasilitasi untuk menyiapkan perpisahan abadi.

I.       Asuhan Keperawatan Klien Dengan Kondisi Terminal Illnes
1.      Pengkajian
Hal-hal yang dikaji adalah :
  • Tanda gejala ansietas ( misalnya, tanda vital, nafsu makan, pola tidur, dan tingkat konsentrasi).
  • Dukungan yang disediakan yang penting bagi klien.
  • Ekspresi tidak ada harapan atau tidak berdaya (misalnya, ”aku tidak dapat”).
  • Sumber ansietas (misalnya, nyeri malfungsi tubuh, penghinaan, pengabaian, kegagalan, akibat negatif dari survivor).
2.      Perumusan Masalah Keperawatan Dan Diagnosa Keperawatan
  • Ansietas berhubungan dengan takut terhadap proses menjelang ajal.
  • Sedih kronis berhubungan dengan kesedihan yang mendalam karena meninggalkan keluarga sendirian setelah kematian.
  • Distress spiritual berhubungan dengan gambaran kematian yang negatif atau pikiran-pikiran yang tidak menyenangkan tentang semua kejadian yang berkaitan dengan kematian atau menjelang ajal.
3.      Rencana Asuhan Keperawatan
  • Kaji tanda gejala ansietas.
    R/ ansietas menunjukkan berkurangnya harapan hidup pasien.
  • Kaji TTV.
    R/ penurunan tanda-tanda vital menandakan kondisi yang sangat kritis.
  • Kaji dukungan yang disediakan oleh keluarga pasien.
    R/ dkungan dari keluarga klien akan membuat pasien tenang dalam menghadapi kematian.
  • Kaji ekspresi tidak ada harapan atau tidak berdaya dari pasien.
    R/  ekspresi yang tenang menunjukkan kesiapan pasien menjelang ajal.
  • Kaji sumber ansietas pasien.
    R/ membantu klien menyelesaikan wasiat-wasiat akan mengurangi kecemasan pasien dalam menghadapi kematian.
  • Berikan pemahaman kepada kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien.
4.      Implementasi keperawatan
o   Mengkaji gejala gejala ansietas(misalnya: nafsu makan , pola tidur,dan tingkat konsentrasi).
o   Mengkaji anda-tanda vital dan evalasi tingkat kesadaran pasien.
o   Berikan dukungan lepada pasien dengan tidak menyinggung keyakinan pasien.
o Megkaji ekspresi tidak adanya harapan hidup dan memberikan dukungan sepenuhnya terhadap apa yang diwasiatkan pasien.
o   Memberikan pemahaman pada keluarga tentang apa yang sedang dihadapi paien.
o   Memberikan kejujuran dan jawaban langsung terhaadap pertanyaan pasien tentang proses menjelang kematian.
5.      Evaluasi
o   Klien mampu mempertahankan kenyamanan psikologis selama proses menjelang ajal.
o   Klien mampu mengungkapkan perasaan misalnya : marah, sedih, atau kehilangan dan pikiran dengan staf perawat dan/atau orang penting bagi klien.
o   Mampu mengidentifikasi area kontrol pribadi.
o   Mampu mengekspresikan perasaan yang positif tentang hubungan dengan orang penting bagi pasien.
o   Mampu menerima keterbatasan dan mencari bantuan sesuai kebutuhan.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kematian adalah rahasia tuhan dengan sebab-sebab yang sangat bevariatif, sedangkan tahapan menuju kematian dapat di tanjau dari beberapa factor di antaranya : umur, jenis kelamin, ras/suku bangsa, budaya kelompok, latar belakang social, personality/keribadian. Penelitian yakin bahwa kepribadian merupakan factor utama diantara enam factor yang lain di dalam menentukan dinamika pasien terminal illnessdalam menghadapi kematian. Subyek penelitian yang menunjukan perkembangan ego integrity yang matang ternyata dapat mencapai tahapan ecceptence lebih cepat di banding yang lin sehingga ia mampu menyikapi sakit dan kesakitannya dengan tidak emosional, meskipun peran social support juga sangat penting untuk mencapai tahapan ecceptence tersebut.
B.     Saran
Pada dasarnya orang-orang disekitar pasien terminal illness dapat membantu pasien mencapai tahapan kelima yaitu “acceptance”. Tujuannya agar pasien terminal illness dapat mencapai “good death atau chusnul khotimah”.



DAFTAR PUSTAKA

Brehm Sharon & Saul Kassin. 1991. Social Psychology; Understanding Human Interaction.
Gladding T. Samuel. 2000. Counseling : a Comprehensive Profession. New Jersey : Prentice hall Inc.
Kubler-Rose, E. 1998. On Death and Dying (Kematian sebagai bagian dari kehidupan). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Herlin Megawe. 1998. Nyeri Kanker. Surabaya : Media IDI.
Papalia, Sterns, & Feldman. 1997. Adult Development Psychology and Aging. USA : Mc. Graw Hill Company.

1 komentar:

  1. Bet365 Casino NZ - Mapyro
    Is 부천 출장마사지 Bet365 legit? Find out why we consider it to be one 원주 출장샵 of the best betting 공주 출장샵 sites in New Zealand. Find 밀양 출장안마 out 김포 출장마사지 why we consider it to be one of the best betting sites in

    BalasHapus